Utang luar negeri
April 2015, utang
luar negeri Indonesia tembus Rp 4.003 triliun
Merdeka.com - Bank Indonesia (BI) melansir data terbaru mengenai posisi utang
luar negeri Indonesia. Per April 2015, utang luar negeri Indonesia tercatat
sebesar USD 299,84 miliar atau setara dengan Rp 4.003 triliun (kurs hari ini).
Angka utang ini naik dari bulan sebelumnya yang hanya USD 298,06 miliar.
Namun demikian, angka
utang per April 2015 ini turun jika dibandingkan posisi awal tahun, di mana
utang luar negeri Indonesia pada Januari 2015 mencapai USD 300,17 miliar.
Dilansir dari data resmi Bank Indonesia, utang luar
negeri sebesar USD 299,84 miliar ini terdiri dari utang pemerintah bersama Bank
Indonesia serta swasta. Porsi utang pemerintah per April 2015 tercatat sebesar
USD 127,95 miliar dan Bank Indonesia tercatat 4,9 miliar. Sehingga, total utang
pemerintah dan Bank Indonesia adalah USD 132,86 miliar. Angka ini naik tipis
dari bulan sebelumnya yang hanya USD 132,75 miliar.
Sedangkan utang luar
negeri swasta tercatat sebesar USD 166,98 miliar. Angka ini naik dari bulan
sebelumnya yang hanya USD 165,30 miliar. Utang luar negeri swasta ini terdiri
dari utang perbankan dan bukan perbankan (nonbank).
Utang luar negeri
perbankan tercatat USD 31,91 miliar, sedangkan utang nonbank tercatat USD 135
miliar. Lembaga bukan bank terdiri dari LKBB atau nonbank financial corporation
dengan jumlah utang USD 11,52 miliar dan perusahaan bukan lembaga keuangan atau
nonfinancial corporation sebesar USD 123,54 miliar.
Direktur Eksekutif
Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Tirta Segara dalam pernyataannya mengatakan
posisi utang luar negeri per April 2015 masih cukup sehat, namun perlu
diwaspadai risikonya terhadap perekonomian. Bank Indonesia akan terus memantau
perkembangan utang luar negeri, khususnya sektor swasta.
Indonesia merupakan negara
multikultur yang memiliki potensi besar dalam berbagai bidang, salah satunya
adalah dibidang ekonomi. Besarnya potensi sumberdaya yang dimiliki Indonesia
seharusnya dapat menjadikan Indonesia sebagai negara maju, bukan hanya sebagai
negara berkembang. Selain itu, tingginya jumlah penduduk usia produktif(lihat
di bps)seharusnya dapat memicu naiknya pendapatan negara, karena penduduk usia
produktif mampu memberikan kontribusi lebih bagi negara. Namun, kondisi yang
terjadi saat ini berbeda dari yang seharusnya. Hal ini terjadi karena faktanya
tingginya jumlah pengangguran di usia produktif membuat beban negara bertambah,
bukan membantu pertumbuhan ekonomi Indonesia. Angkatan kerja belum terserap
dengan baik, adanya kesenjangan antara lapangan kerja dengan pencari kerja.
Bursa lowongan kerja sebagai salah satu solusi untuk mengatasi hal tersebut
dirasa belum efektif, karena fakta dilapangan ditemukan ketidak sesuaian antara
jenis pekerjaan dan skill yang dimiliki oleh para pencari kerja. Warga
Indonesia dengan limpahan kekayaan yang dimiliki negaranya malah menjadi
pembantu di negaranya sendiri, kondisi negara Indonesia di posisi yang
strategis membuat orang Indonesia menjadi malas dan tidak mau memanfaatkan
potensi yang dimiliki dalam dirinya, pada akhirnya posisi penting yang ada
diisi oleh warga negara asing. Kondisi ini yang membuat pemerintah kewalahan
dalam menangani permasalahan yang terjadi.
Di sisi lain, Indonesia tengah
menghadapi masalah besar dengan nilai hutang luar negeri yang mencapai ribuan
trilyun rupiah. Segala limpahan nikmat yang dimiliki Indonesia ternyata membuat Indonesia terus berhutang pada pihak
asing. Sulit dpercaya memang, dengan kondisi Indonesia sebagai negara berkembang
yang membutuhkan dana besar untuk melaksanakan pembangunan namun belum maksimal
dalam memanfaatkan potensi yang dimiliki Indonesia. Bank Indonesia (BI) melansir data terbaru
mengenai posisi utang luar negeri Indonesia. Per April 2015, utang luar negeri
Indonesia tercatat sebesar USD 299,84 miliar atau setara dengan Rp 4.003
triliun (kurs hari ini). Angka utang ini naik dari bulan sebelumnya yang hanya
USD 298,06 miliar. Namun demikian, angka utang per
April 2015 ini turun jika dibandingkan posisi awal tahun, di mana utang luar
negeri Indonesia pada Januari 2015 mencapai USD 300,17 miliar. Hal ini
sebaiknya menjadi perhatian serius bagi bangsa Indonesia, betapa mirisnya
melihat kondisi ini, besarnya utang luar negeri Indonesia pun belum mampu
menyejahterakan rakyatnya. Masih banyak rakyat yang hidup di bawah garis
kemisikinan, belum mendapatkan pendidikan yang layak dan masih banyaknya rakyat
yang menderita karena kesehatan. Fenomena ini menjadi sorotan apalagi dengan krisis
ekonomi yang terjadi saat ini, nilai tukar rupiah yang
. Penyebab Besarnya Utang Luar Negeri
Ada beberapa penyebab meningkatnya utang Luar negeri Indonesia secara umum
yaitu:
1. Defisit Transaksi Berjalan (TB)
Transaksi berjalan adalah perbandingan antara jumlah pembayaran yang
diterima dari luar negeri dan jumlah pembayaran ke luar negeri. Dengan kata
lain, menunjukkan operasi total perdagangan luar negeri, neraca perdagangan,
dan keseimbangan antara ekspor dan impor, pembayaran transfer. Dengan
terjadinya defisit transaksi berjalan sehingga dibutuhkan utang/pinjaman luar
negeri.
2. Meningkatnya kebutuhan investasi
Menurut Sunariyah (2003:4): “Investasi adalah penanaman modal untuk satu
atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan
harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang.” Hampir setiap
tahun Indonesia menghadapi dilema invesment-saving gap. Menurut kordinator
bapenas Armida Alisjahbana pada tahun 2011, jumlah dana tabungan: 12,84 triliun
Sementara kebutuhan investasi Rp 2.458,6 triliun; Dengan adanya gap, Hal ini
mendorong meningkatnya pinjaman LN, terutama pinjaman sektor swasta. Di samping
kelangkaan dana, meningkatnya utang LN juga didorong oleh perbedaan tingkat
suku bunga.
3. Meningkatnya Inflasi
Inflasi adalah meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus
(kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai
faktor . Laju inflasi mempengaruhi tingkat suku bunga, karena inflasi merupakan salah satu komponen suku
bunga nominal. Trend inflasi meningkat menyebabkan Bank Indonesia memangkas
suku bunga hingga rendah. Dengan rendahnya suku bunga maka minat orang untuk
berinvestasi rendah, maka pemerintah untuk memenuhi belanja negaranya melalui
pinjaman luar negeri.
4. Struktur perekonomian tidak efisien
-- dengan alat ukur ICOR
Incremental capital output ratio (ICOR) adalah rasio antara investasi di
tahun yang lalu dengan pertumbuhan output (PDRB). ICOR mencapai 4,9 (1984 –
2011) yang seharusnya antara 3 – 3.5. Jadi ada pemborosan sekitar 30%, karena
tidak efisien dalam penggunaan modal, maka memerlukan invetasi besar. Hal ini
mendorong utang luar negeri.
Dampak dari Utang Luar Negeri
Pertumbuhan
hutang luar negeri Indonesia yang meningkat, dengan
ini dapat menunjukkan bahwa Indonesia sangat tergantung pada utang luar
negeri. Indonesia merupakan Negara dengan
anggaran belanja yang deficit, atau mempunyai anggaran
belanja yang tidak seimbang. Dalam hal ini defisit memiliki arti
bahwa tingkat pengeluaran lebih besar daripada tingkat pendapatan yang diterima
oleh Indonesia dan dapat dikatakan bahwa Indonesia memang kekurangan modal. Dalam hal ini
modal yang digunakan sebagai modal
untuk
pembangunan. Maka dari itu, untuk menutupi
anggaran belanja yang tidak seimbang Indonesia melakukan hutang luar negeri.
Menurut
saya hutang luar negeri merupakan sarana yang baik dalam meningkatkan
perekonomian Indonesia , karena saat hutang luar negeri berada diposisi yang
stabil maka perekonomian akan berjalan dengan baik pula. Perekonomian yang baik
juga dapat didukung melalui aktifitas sektor produksi dari pihak pemerintah
ataupun swasta dengan adanya bantuan dari hutang luar negeri tersebut. Akan tetapi,
jika hutang luar negeri tidak digunakan atau tidak dapat dikendalikan dengan
baik maka akan membawa dampak buruk bagi stabilitas perekonomian nasional.
Dalam
kenyataan yang terjadi dilapangan, hutang luar negeri yang dimiliki Indonesia
digunakan untuk kegiatan yang tidak produktif, salah satunya ULN digunakan
untuk menutup hutang di negara lain. Selain itu , ada oknum oknum pemerintah
atau para pejabat negara yang mengatas namakan pembangunan melakukan
pengalokasian dana yang salah dan melakukan tindakan yang tidak semestinya
terhadap ULN untuk kepentingan pribadinya masing-masing. Hal ini lah yang
membuat ULN bukanya menjadi dampak baik akan tetapi malah menjadi dampak bu ruk bagi perekonomian.
Pemanfaatan Utang Luar Negeri
Penerimaan
yang didapat dari utang luar negeri seharusnya dapat diupayakan dan digunakan
dengan se-efisien mungkin agar bantuan tersebut dapat membawa dampak baik bagi
perekonomian nasional. Pemanfaatan tersebut dapat dilakukan dengan melakukan
peningkatan di bidang infrastruktur dan produksi agar dapat membantu kesehjateraan
rakyat. Selain itu ULN juga dapat digunakan membantu kesehjateraan rakyat dalam
program sosial kemasyarakatan di bidang kesehatan, pendidikan dan peningkatan
kesehjateraan. Dalam hal ini pihak BUMN dan swasta juga dapat mengembangkan
pendanaan tersebut untuk melakukan penjualan saham di pasar Internasional guna
untuk mendapatkan pendapatan devisa sehingga membantu menambah pendapatan
negara.
Solusi pengurangan
Utang Luar Negeri
Seperti yang kita ketahui ULN
memang dapat membawakan dampak baik jika diolah dengan lebih efisien dan juga
dapat membawa dampak buruk jika diolah dengan tidak baik atau tidak tepat
sasaran. Maka dari itu, perlu adanya solusi solusi yang digunakan untuk
mengurangi ULN agar terhindar dari resiko tingkat pengembalian yang kecil. Ada
beberapa solusi untuk pemecahan masalah tersebut, antara lain:
1. Debt Swap 2. Diplomasi Ekonomi
3 Potensi Internal Pemerintah
4. Kebijakan Pemerintah dan BI
Selain
solusi diatas ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meminimalisir
masalah ULN, yaitu :
1. Mengurangi dan membatasi kegiatan
impor dari luar, hal ini dilakukan karena sebenarnya Indonesia kaya akan sumber
daya yang dimilikinya dan seharusnya pihak pihak yang berwenang dan
bersangkutan dapat menggunakan sumber daya tersebut dengan maksimal sehingga
dapat membuat produk dengan daya jual tinggi yang dapat dilakukan ekspor ke
negara negara lain sehingga dapat menambah devisa negara.
2. Mengurangi pemakaian anggaran
belanja untuk kegiatan yang tidak efektif agar dana tersebut dapat dialokasikan
ke dalam proyek lebih bermanfaat dalam pembangunan.
3. Menghilangkan anggaran anggaran
dan biaya yang tidak penting . Salah satunya mengurangi gaji anggota DPR ,yang menurut data yang diperoleh
dari Ispa dan IMF gaji anggota DPR mencapai sampai USD 65.000/tahun dan
merupakan gaji terbesar dengan peringkat ke-4 didunia. Dengan jumlah gaji 18
kali lipat dari pendapatan perkapita rata-rata penduduk Indonesia. Mengapa kita
harus mengeluarkan biaya sebesar itu sedangkan menurut data dari BPS pada tahun
2013 saja, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,07 juta orang atau
11,37 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Seharusnya kita bisa memanfaatkan
dana tersebut untuk lebih bisa mensejahterakan rakyat dan untuk mengansur
hutang yang menjadi beban negara.
4. Mengurangi atau menghilangkan
subsidi. Contohnya pada BBM , pemerintah kini telah melakukan kebijakan
mengurangi subsidi pada BBM sehingga harga jual nya pun menjadi tinggi dan
sampai saat ini berada pada angka Rp 7.500,00/ liter untuk Premium dan Rp.
6.500,00/liter untuk Solar. Hal ini dilakukan karena pemerintah mempunyai
rencana lain yaitu mengalokasikan subsidi tersebut untuk bidang sosial. Keadaan
seperti ini lah yang harus di pelajari oleh masyarakat Indonesia agar jauh dari
mental masyarakat bersubsidi yang hanya dapat bergantung kepada pemerintah.
Jadi , pada intinya Hutang Luar
Negeri (ULN) adalah sebuah dana yang sifatnya hanya sementara yang dipinjamkan
oleh pihak Asing kepada Indonesia. Dana tersebut pada dasarnya digunakan untuk
membantu dan menutupi kekurangan sumber pendanaan dalam rangka investasi unutk
pembangunan nasional. Maka dari itu sumber dana ULN yang didapatkan seharusnya
dapat dimanfaatkan oleh pemerintah dengan efisien. Dalam hal ini peran swasta
dan BUMN harus dapat mencari dan menemukan alteratif-alternatif baru dalam
penggalian dana sumber luar negeri seperti penjualan saham di pasar
internasional. Selain itu Pemerintah dan BI harus membuat kebijakan kebijakan dalam pemanfaatan sumber-sumber
pendanaan luar negeri agar tidak menimbulkan permasalahan baru dalam proses
pembangunan terutama yang menyangkut masalah pengembalian kembali pinjaman.